Ekosistem dan Komponen-komponennya



BAB II
PEMBAHASAN
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang, semua benda, daya, keadaan dan makhlup hidup. Termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhlup hidup lainnya. Lingkungan makhluk hidup yang terdiri atas benda mati dan makhluk hidup pada mulanya dibentuk secara alami. Artinya manusia tidak ikut campur tangan dalam pembentukan lingkungan.
Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik makhluk hidup dengan  lingkungannya disebut ekologi. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Arnest Haeckel pada pertengahan tahun 1860-an. Istilah ekologi berasal dari kata oikos (Yunani) yang berarti “rumah tangga” dan logos yang berarti “studi” atau mempelajari. Permasalahan lingkungan hidup pada dasarnya adalah masalah ekologi. Jadi secara harfiah ekologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat pula dikatakan sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup.
a.      Posisi Ekologi dalam Ilmu Lingkungan
            Ilmu lingkungan dapat dikatakan sebagai terapan ekologi. Ekologi ialah ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup. Ekologi mempelajari hubungan timbal-balik antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan benda-benda mati di sekitarnya. Ilmu lingkungan menerapkan berbagai prinsip dan ketentuan ekologi dalam kehidupan manusia, atau mempelajari bagaimana manusia harus menempatkan dirinya dalam ekosistem atau dalam lingkungan hidup (Soerjani 1987).
Gambar 1 memperlihatkan posisi ekologi di antara Ilmu Lingkungan Kehayatan dan Ilmu Lingkungan Kebendaan. Menurut Tandjung (2003), Ilmu Lingkungan Kehayatan mempelajari mahluk hidup atau organisme, sedangkan Ilmu Lingkungan Kebendaan mengkaji tentang alam.

Gambar 1. Posisi Ekologi di antara Ilmu Lingkungan Kehayatan dan Ilmu lingkungan Kebendaan

            Soeriaatmadja (1997) menyatakan ilmu lingkungan mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari hubungan antara jasad hidup dengan lingkungannya. Didalamnya berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, epidemiologi, kesehatan masyarakat, planologi, geografi, ekonomi, meteorologi, hidrologi, bahkan pertanian, kehutanan, perikanan, dan peternakan sekaligus dipandang dalam suatu ruanglingkup serta perspektif yang luas dan saling berkaitan. Ilmu lingkungan merupakan tempat berbagai asas dan konsep anekaragam ilmu yang terpencar dan terkhususkan dapat digabungkan kembali secara tunjang menunjang untuk mengatasi masalah yang menyangkut hubungan antara jasad hidup dengan lingkungannya.
            Bila kita berbicara mengenai ekologi, pembahasan ini tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya.

b.      Konsep Ekosistem
            Konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem (pertama kali diperkenalkan oleh A.G. Tansley seorang ahli ekologi berkebangsaan Inggris), yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga mempunyai definisi a biological system consisting of all the living organisms or biotic components in a particular area and the nonliving or abiotic component with which the organisms interact, such as air, mineral soil, water and sunlight. Secara sederhananya, dalam ekosistem terjadi sebuah interaksi antara komponen-komponen yang saling berhubungan baik komponen biotik ataupun komponen abiotik.
            Komponen biotik (bahasa inggris : biotic) adalah salah satu komponen atau faktor dalam lingkungan. Komponen biotik meliputi semua faktor hidup yaitu :kelompok oganisme produsen, konsumen dan pengurai. Kelompok produsen yaitu organisme autotrofik yang umumnya tumbuhan berklorofil dan mensintesis makanan dari bahan organik yang sederhana. Kelompok konsumen adalah organisme heterotrofik. Sedangkan komponen pengurai (perombak atau dekomposer) adalah organisme yang teratrofik yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks, menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana, yang selanjutnya akan digunakan kembali oleh produsen).
Komponen abiotik adalah komponen ekosistem yang terdiri komponen fisik atau kimia yakni benda mati, seperti tanah, air, udara, iklim, sinar matahari, suhu, dan kelembapan. Komponen ini merupakan medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan.
http://e-dukasi.net/file_storage/materi_pokok/MP_329/Image/hal4a.jpg1.         Air                                                                                                      
            Air diperlukan oleh tumbuhan untuk fotosintesis.selain itu air berguna untuk melarutkan mineral dalam tanah sehingga mudah diserap oleh akar tumbuhan , dan menjaga kesegaran tumbuhan .Bagi hewan darat air berguna untuk minum , bagi hewan air untuk melarutkan oksigen. Air terdiri dari molekul-molekul H2O dapat berbentuk padat (es dan kristal es/salju) dan berbentuk gas berupa uap air. Dalam kehidupan air sangat diperlukan oleh makhluk hidup karena sebagian besar tubuhnya mengandung air.
2. Tanah
http://e-dukasi.net/file_storage/materi_pokok/MP_329/Image/hal4b.jpgTanah bertindak sebagai substrat atau tempat hidup organisme. Tanah juga menyediakan kebutuhan mahluk hidup seperti unsur hara dan mineral . Suatu jenis individu mungkin tidak cocok hidup disembarang tanah, sebab tanah yang berbeda mungkin memiliki pH tanah yang berbeda ,kelembaban yang berbeda maupun tingkat kesuburan yang berbeda. Tanah juga merupakan hasil pelapukan batuan yang disebabkan oleh iklim dan pembusukan bahan organik. Tanah memiliki sifat ,tekstur dan kandungan garam mineral tertentu. Tanah yang subur sangat diperlukan oleh organisme untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tumbuhan akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur.
3.         Udara
            Udara terdiri dari berbagai macam gas , yaitu nitrogen, oksigen, karbondioksida dan gas-gas lainnnya. Mahluk hidup membutuhkan nitrogen untuk membentuk protein. Oksigen digunakan mahluk hidup untuk bernapas. Karbondioksida diperlukan tumbuhan untuk fotosintesis.
4.   Kelembaban
            Merupakan salah satu komponen abiotik di udara dan tanah . Kelembaban di udara berarti kandungan uap air di udara,sedangkan kelembaban di tanah berarti kandungan air dalam tanah . Kelembaban diperlukan oleh mahluk hidup agar tubuhnya tidak cepat kering karena penguapan. Kelembaban yang diperlukan setiap mahluk hidup berbeda-beda, sebagai contoh jamur dan cacing memerlukan habitat yang sangat lembab.
5.   -garam Mineral
            Adalah ion-ion nitrogen, fosfat, sulfur, kalsium dan natrium. Komposisi garam mineral tertentu menentukan sifat tanah dan air.sebagai contoh kandungan ion-ion hidrogen menentukan tingkat keasaman, ion natrium dan klorida menentukan tingkat salinitas atau kadar garam.
6. Iklim
            Merupakan komponen yang terbentuk sebagai hasil interaksi berbagai komponen abiotik lainnya, seperti kelembaban udara, suhu dan curah hujan. Iklim juga mempengaruhi kesuburan tanah, tetapi kesuburan tanah tidak berpengaruh terhadap iklim.
7. Topografi
            Meliputi faktor altitude yaitu ketinggian suatu tempat yang diukur dari permukaan laut dan latitude yaitu letak lintang yang diukur dari garis khatulistiwa. Topografi mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyebaran mahluk hidup, yang tampak jelas pada penyebaran tumbuhan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan topografi yang mengakibatkan intensitas cahaya , suhu dan curah hujan yang berbeda-beda disetiap tempat
            Antara komponen biotik dengan lingkungan abiotiknya senantiasa terjadi interaksi. Lingkungan abiotik sangat menentukan janis makhluk hidup yang menghuni suatu lingkungan. Oleh karena itu, untuk mencari suatu jenis makhluk hidup perlu memahami syarat yang diperlukan makhluk tersebut.
            Komponen-komponen ini bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Komponen hidup dan komponen tak hidup berintegrasi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi oeh adanya arus materi dan energi yang terkendali oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem. Apabila setiap komponen dalam melakukan fungsinya bekerja sama dengan baik, maka keteraturan ekosistem akan terjaga. Keteraturan ekosistem menunjukkan bahwa ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu. Keseimbangan itu tidak bersifat statis, melainkan dinamis. Ia selalu berubah-ubah. Perubahan ini terjadi secara alamiah, namun juga dapat terjadi akibat campur tangan manusia. Sebagai konsekuensinya, apabila salah satu komponen ini terganggu, maka komponen lainnya secara cepat maupun lambat akan terpengaruh juga.
            Semua komponen di atas di nilai berperan sama pentingnya satu terhadap yang lain. Eksistensi semua makhluk hidup serta kesejahteraannya harus terpelihara. Karena secara ekologi semuanya mempunyai peranan masing-masing dalam jaring-jaring kehidupan. Manusia hanyalah satu diantara ribuan jenis yang ada.
            Suatu ekosistem dapat dibagi ke dalam beberapa sub-ekosistem. Misalnya ekosistem bumi dapat dibagi dalam sub-ekosistem lautan, sub-ekosistem daratan, sub-ekosistem danau, sub-ekosistem sungai. Antara masing-masing sub-ekosistem itu pun terjadi interaksi dan antara sub-ekosistem itu terdapat arus materi, energi dan informasi.
a.       Materi
      Dalam alam telah diketahui kira-kira 180 unsur kimia, tetapi sebagian unsur saja yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup. Beberapa unsur seperti karbon (C), Nitrogen (N), hydrogen (H), oksigen (O), K, Na, Ca, Cl, Fe, Mg, B, Cu, Mn dan Si diperlukan oleh makhluk hidup dalam jumlah yang banyak. Sedangkan unsur-unsur lainnya diperlukan dalam jumlah kecil atau sedikit sekali. Unsur-unsur kimia berkombinasi membentuk molekul. Molekul sederhana umpamanya molekul oksigen (O2) dan molekul air (H2O). Molekul kompleks misalnya molekul gula (C12H22O11). Molekul protein lebih kompleks.
Semua unsur kimia termasuk unsur essensial yang terdapat protoplasma, cendrung untuk bersirkulasi dalam biosfer. Dari lingkungan diambil organisme dan kembali ke lingkungan mengikuti jejak-jejak yang berkarakter tertentu. Beberapa daur, seperti daur karbon memiliki daur yang lebih sempurna daripada daur lainnya. Dalam hal ini pengambilan bahan-bahan ke lingkungan, berjalan tidak sempurna, dalam arti sebagian bahan “hilang” untuk waktu yang lama di beberapa tempat. Atau bahan itu tergabung dalam senyawa kimia lain, sehingga tidak tersedia bagi organisme.
Sudah dijelaskan sebelumnya, komponen produsen dalam ekosistem adalah tumbuhan hijau (berkrorofil). Krorofil mampu menyerap energi sinar matahari dan mengubah menjadi energi fisiologis. Energi fisiologis ini selanjutnya digunakan untuk mensintesis CO2 menjadi glukosa (C6H12O6). Dalam proses ini, secara tidak langsung energi yang ditangkap oleh krorofil disimpan dalam senyawa glukosa. Selanjutnya energi ikut daur materi. Selanjutnya glukosa akan disintesis menjadi gula (sukrosa), pati dan bentuk gula majemuk lainnya. Pati dapat disimpan sebagai cadangan makanan berupa sagu (di dalam batang), padi (dalam buah), ubi (di dalam umbi). Sebagai pati dapat juga diubah menjadi serat selulosa yang mempunyai penyusun utama tumbuh-tumbuhan.
Pati lebih lanjut dapat diubah menjadi lemak atau minyak. Dengan penambahan unsur N, P, dan S yang diserap di dalam tanah, akan terbentuk asam amino, protein, vitamin, dan zat-zat lain. Dengan demikian tumbuhan dapau menghasilkan gula, pati, lemak, protein, dan senyawa lainnya. Karena mampu menghasilkan senyawa-senyawa organic printer tersebut, maka tumbuhan hijau disebut produsen.
Senyawa oganik diatas dapat dimanfaatkan makhluk hidup lain sebagai bahan makanan. Kelompok makhluk hidup ini disebut konsumen. Dalam kelompok konsumen terjadi peristiwa makan memakan. Misalnya daun (tumbuhan hijau) dimakan oleh ulat. Proses makan memakan tersebut dinamakan rantai makanan. Pola makan memakan sangat bervariasi dialam ini dan hal tersebut dapat menyebabkan bentuk rantai makanan bercabang-cabang menyerupai jaring-jaring. Dalam ekologi pola demikian dinamakan jaring-jaring makanan.
Dalam jaing-jaring makanan tesebut, konsumen yang hanya memakan tumbuhan dinamakan herbivora. Yang memakan daging dinamakan karnivora. Sedangkan makhluk yang memakan tumbuhan dan juga hewan dinamakan omnivora. Dalam peristiwa ini materi mengalir dari rantai makanan yang satu ke mata rantai yang lain. Jika makhluk mati, tidak berarti aliran materi terhenti, bangkai (sisa) makhluk hidup akan menjadi makanan jasad renik (bakteri dan jamur) dalam proses pembusukan. Dalam proses ini sebagai materi akan digunakan untuk menyusun tubuh jasad renik dan sebagian materi lainnya diuraikan menjadi gas (CO2, NH3, H2S, CH4 dan lainnya), caian dan materi gas CO2 dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Caian dan mateial masuk kembali ke dalam tanah, sebagian kembali diserap oleh tumbuhan. Demikian proses tersebut berlangsung secaa terus menerus sehingga membentuk suatu daur atau jantera/siklus. Karena daur tersebut meliputi proses biologi, geologi, dan kimia, maka daur tersebut dinamakan biogeokimia. Jaring-jaring kehidupan itu tak terpisahkan dari unsur tak hidup dalam lingkungan.
b.      Energi
      Energi diperlukan untuk melakukan kerja. Pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh juga termasuk kerja, jadi memerlukan energi. Dengan demikian untuk dapat hidup, makhluk harus mendapat energi terus menerus.
Dalam kehidupan di bumi ada tiga sumber energi, yaitu matahari, panas bumi, dan energi nuklir. Sebenarnya energi matahari juga berasal dari reaksi nuklir (fusi) yang terjadi di dalam matahari. Energi itu dipancakan oleh matahari dalam bentuk sinar dan sampai ke permukaan bumi.
Dalam proses fotosintesis, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, energi dari sinar matahari ditangkap oleh krorofil. Selanjutnya diubah menjadi energi fisiologis (NADHP dan ATP) yang digunakan dan disimpan dalam senyawa glukosa serta derivat senyawa lain. Energi yang diperoleh dari makanan (nasi misalnya) sebenarnya berasal dari matahari. Demikian juga panas yang berasal dari pembakaran kayu. Makanan di dalam tubuh akan mengalami proses metabolisme sehingga energi yang dikandungnya dapat dibebaskan dan digunakan untuk kegiatan fisiologi lainnya. Energi yang berasal dari proses metabolisme dalam tubuh manusia, dalam ekologi manusia disebut metabolisme intern.
Dalam kondisi tertentu tumbuhan yang mati tidak membusuk, melainkan menjadi fosil, misalnya berubah menjadi batubara. Batubara dapat digunakan sebagai sumber energi, sebab yang ada pada tumbuhan sebelumnya juga ikut terawetkan dalam proses fosil. Proses yang sama juga terjadi dalam pembentukan minyak bumi. Batubara dan minyak bumi disebut bahan bakar fosil.
Angin adalah udara yang bergerak. Angin juga mengandung energi. Energi yang ada pada angin, sebenarnya juga berasal dari matahari. Gerakan udara yang menghasilkan angin berasal dari adanya perbedaan tekanan udara di dua tempat yang berbeda. Perbedaan tekanan udara terutama disebabkan oleh perbedaan suhu udara. Suhu udara yang rendah menyebabkan tekanan udara meningkat, sedangkan suhu udara yang panas menyebabkan udara menurun. Kecuali berasal dari energi matahari, energi angin juga dapat berasal dari perputaran bumi.
Aliran air juga mengandung energi. Energi yang terkandung dalam aliran air adalah energi potensial, yang besarnya tergantung dari perbedaan sumber air dan akhir alian air. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Air dapat naik kembali ke tempat yang tinggi dengan bantuan energi matahari. Dengan adanya pancaran energi matahari air laut (atau badan air lainnya) dapat menguap. Uap air di atmosfer akan membentuk awan dan sebagainya dihembuskan ke arah pegunungan. Di pegunungan awan akan berubah menjadi hujan dan sesampainya air di permukaan tanah ia segera akan mengalir. Pada keadaan ini energi potensial maksimum. Sewaktu air ke bawah, energi potensial makin berkurang, sebaliknya energi kinetiknya makin besar. Sampai di titik terendah energi potensial menjadi nol dan energi kinetiknya menjadi maksimum. Dalam prakteknya, energi kinetik inilah yang di manfaatkan oleh manusia.
Energi panas bumi berasal dari panasnya magma di dalam perut bumi. Daerah vulkanis magma berada dekat dengan permukaan bumi. Air tanah yang berada dekat dengan daerah ini dapat berubah menjadi uap bertekanan tinggi. Uap bertekanan tinggi memiliki potensi energi yang cukup besar. Sedang energi nuklir, sementara ini berasal dari reaksi pembelahan inti (fisi nuklir). Dengan makin mahalnya energi minyak untuk bahan bakar, maka energi panas bumi dan energi nuklir penggunaannya cendrung akan meningkat.
Energi diluar hasil metabolisme manusia umumnya  digunakan untuk kerja alat bantu mesin. Energi di luar metabolisme manusia meliputi energi hewan, angin, aliran listrik, energi sinar matahari langsung, energi panas bumi, dan energi nuklir. Dalam ekologi manusia dinamakan metabolisme ekstern.
c.       Informasi
      Kandungan informasi suatu molekul sangat bergantung pada kerumitan atau kekomplekan susunan molekul. Suatu molekul yang kompleks yang terdiri atas banyak bagian juga mengandung informasi yang lebih tinggi dari pada molekul yang sederhana. Untuk membuat molekul yang kompleks diperlukan energi yang banyak. Misalnya DNA (Deoxyribosa Nuclea Acid) yang terdapat di dalam inti sel. Dan merupakan pembawaan informasi sifat keturunan makhluk hidup. Bagian-bagian DNA dapat disusun dalam urutan yang mempunyai kemungkinan sangat besar. Jadi susunan DNA dapat menjadi sangat kompleks. Oleh karena itu, DNA mengandung informasi yang tinggi.
Dalam hukum ekologi, apabila terdapat tukar-menukar informasi antara dua sistem yang berbeda kandungan informasinya, hasilnya bukanlah pemerataan kandungan informasi, melainkan akan memperbesar perbedaan itu. Sistem yang telah mengandung lebih banyak informasi akan diperkaya dengan tukar-menukar itu. Inilah suatu dilema yang selalu kita hadapi.
d.      Hukum Termodinamika
 Hukum yang sangat penting dalam alur energi adalah Hukum Termodinamika, yaitu :
1.      Hukum termodinamika I : energi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, dan hanya dapat mengalami transformasi. Hukum ini disebut hukum kekekalan energi. Sinar misalnya adalah suatu bentuk energi yang dapat diubah dalam kerja panas atau energi potensial dalam makanan. Proses transformasi ini berlangsung menurut keadaan, tetapi sebagian atau seluruhnya tidak mungkin dapat dimusnahkan. Sumber energi utama adalah matahari.
2.      Hukum termodinamika II : proses transformasi energi tidak pernah terjadi secara spontan, kecuali perombakan dari keadaan pekat menjadi encer, dan proses tansformasi energi tidak ada yang berlangsung dengan efisien 100%. Hukum Termodinamika II dapat diartikan pula sebagai berikut : bahwa berbagai energi selalu memancar menjadi energi panas, tidak ada transformasi  secara spontan dari suatu bentuk energi (cahaya misalnya) menjadi energi potensial (bahan-bahan organik dalam tubuh organisme misalnya) yang berlangsung dengan efisiensi 100%. Dengan kata lain, Hukum Termodinamika II : menyatakan bahwa energi yang  ada, tidak seluruhnya dapat dilakukan untuk melakukan kerja. Artinya dalam penggunaan energi tidak mungkin mencapai efisiensi 100%. Bagian energi yang tidak dapat dipakai dalam kerja disebut entropy. Pada proses penggunaan energi yang bersifat tidak terbalikan, maka entopy alam rayanya bertambah. Dalam rantai makanan materi dan energi mengalir dari makhluk yang dimakan ke makhluk yang memakan. Tetapi pada keduanya ada perbedaan. Jika materi mempunyai aliran berupa daur, arus energi bersifat satu aah.
            Antara tingkat entropy dan tingkat keteraturan terdapat hubungan yang erat. Dalam keadaan tingkat keteraturan tinggi tingkat entropynya rendah dan sebaliknya dalam ketidakteraturan tingkat entropy tinggi. Dengan demikian mengatur, yang berarti menaikkan tingkat keteraturan, pada hakekatnya adalah usaha menurunkan tingkat entropy.
            Pemahaman Hukum Termodinamika sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena jumlah energi tetap, maka usaha menambah energi di suatu tempat hanya dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah energi di tempat lain. Hal ini mengisyaratkan, agar pengguna energi sehemat mungkin. Meskipun energi alternatif seperti nuklir dan sinar matahari cukup menjanjikan, namun hal itu tidak mudah dilakukan. Energi nuklir selain menuntut teknologi tinggi juga mempunyai kesulitan tinggi yaitu, ketatnya proses alih teknologi, bahaya radiasi akibat kecelakaan dan masalah pembuangan sampah radioaktif. Sedangkan pemanfaatan energi matahari menghadapi masalah teknologi tingginya.
            Hukum Termodinamika II berlaku secara universal. Jika entropy satu tempat diturunkan, maka pada saat yang bersamaan akan manaikkan tingkat entropy di tempat lain. Dengan analog yang sama, menaikkan keteratuan di satu tempat akan meningkatkan ketakteraturn di tempat lain. Pembangunan di suatu tempat akan meningkatkan ketakteraturan di tempat lain di sungai dan udara terjadi kenaikan entropy dan ketakteraturan.
            Dalam skala yang besar entropy di bumi dapat terjaga pada tingkat rendah dan ketakteraturan tingkat tinggi dengan menggunakan fotosintesis memiliki efek negentropi, yaitu entropy negatif atau pengurangan entropy. Sebaliknya entropy matahari harus meningkat dan akhirnya matahari akan padam kira-kira 50 milyar tahun lagi. Jadi dalam skala besarpun, kekuasaan hukum termodinamika tetap ada.
e.       Habitat dan relung
Tempat makhluk hidup disebut habitat. Habitat dalam batas tertentu sesuai dengan pesyaratan hidup makhluk yang menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan batas persyaratan atasnya disebut titik maksimum. Antara dua kisaran itu terdapat titik optimum. Ketiga titik tersebut disebut titik cardinal.
Apabila sifat habitat tersebut berubah sampai diluar titik minimum ddan titik maksimum makhlk hidup itu akan mati atau harus keluar dari tempat itu. Apabil perubahannya berjalan lambat pada umumnya makhlup hidup itu akan menyesuaikan diri. Proses penyesuaian diri itu disebut adaptasi. Melalui proses adaptasi sebenarnya telah terjadi makhlup hidup yang memiliki sifat lain,yang disebut ras baru. Bahkan dapat terjadi jenis baru. Habitat makhlup hidup dapat lebih darisatu. Missal ikan salem dewasa memiliki habtat di laut, waktu akan bertelur ikan itu berenang sampai ke hulu dan bertelur disana. Anaknya akan tetap tinggal di sungai sampai waktu tertentu. Kemudian kembali ke laut sampai saatny dewasa dan kembali bertelur.
Di dalam habitatnya makhlup hidup memppnyai cara tertentu untuk hidup burung dii sawah ada yang makn serangga, ada yang memakan padi,dan ada pula ynag memakan ikan atau katak.car itu disebut relung. Relung itu ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khas. Makhluk yang memiliki reung umum dinamakan generalis.
Berbagai jenis makhlup hidup dpat hidup bersama dalam satu habitat. Tetapi bila dua jenis makhlup hidup memiliki relung yang sama akan terjadi persaingan. Makin besar tumpang tiindih kedua relung tersebut makin intensif persaingannya.
f.       Adaptasi
Makhlup hidup dalam batas tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini memungkinkan makhlup hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian diri itu secara umum disebut adpatasi. Maakin besar kemampuan adaptasi, makin besar kemungkinan kelangsungan hidup suatu jenis.
Adaptasi dapat berlangsung dalam waktu yang panjang maupun pendek. Tidak selalu adaptasi berhasil. Adaptasi yang berhasil menghasilkan sifat yang tidak sesuai dengan lingkungan dan disebut maladaptasi. Kita harus selalu berusaha menghindari maladaptasi. Kita harus belajar dari gangguan, sehingga kita dapatkan informasi dari gangguan itu. System yang dpat mengubah menjadi informasi menggunakan informasi untuk addaptasi system yang berdaya lenting.
g.      Evolusi
Adaptasi berkaitan erat dengan evolusi. Evolusi adalah perubahan sifat jenis secara perlahan-lahan. Perubahan itu bersifat terarah dan sifat yang berubah dapat diturunkan. Evolusi menghasilkan jenis baru.
            Interaksi antara komponen biotik dan abiotik yang didukung oleh faktor-faktor seperti materi, energi, dan lain-lain merupakan sesuatu yang saling berhubungan dan sangat berkaitan. Keseimbangan antara komponen-komponen itu memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup di bumi ini.
c.       Dinamika Populasi dan Suksesi
Dinamika Populasi
Populasi adalah sekelompok individu sejenis yang terdapat di suatu daerah tertentu. Kepadatan populasi di suatu daerah yang meningkat sedemikian rupa sehingga kebutuhan populasi akan bahan makanan, tempat tinggal dan kebutuhan lain di luar kemampuan dalam lingkungan untuk menyediakannya, timbullah persaingan yang dapat menimbulkan 2 akibat, yaitu:
a.       Dalam jangka waktu yang singkat menimbulkan akibat ekologi berupa kelahiran, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan populasi menjadi tertekan serta perpindahan (emigrasi) populasi yang meningkat.
b.      Dalam jangka waktu yang panjang menimbulkan akibat evolusi.
            Teori mengenai dinamika menjelaskan faktor-faktor yang terlibat dalam perubahan padat populasi suatu mahluk hidup. Hubungan antara faktor dan perubahan padat populasi yang terjadi dapat dikaji melalui dua pendekatan:
1.      Pendekatan faktor-proses bahwa faktor lingkungan tidak berpengaruh secara langsung terhadap padat populasi melainkan terhadap berbagai proses populasi yang menentukan padat populasi. Keuntungan dari pendekatan ini adalah dapat digunakan untuk menjelaskan dinamika populasi yang kompleks menyangkut interaksi antar berbagai komponen, termasuk waktu tunda serta umpan balik positif dan negatif. Kelemahannya adalah tidak dapat diberikannya penjelasan sebab-akibat yang langsung berkaitan dengan perubahan padat populasi yang terjadi.
c.       Pendekatan faktor-akibat bahwa perubahan padat populasi merupakan akibat dari perubahan faktor lingkungan. Kelebihan dari pendekatan ini adalah dapat diberikan penjelasan sebab-akibat terhadap perubahan padat populasi yang terjadi. Kelemahannya adalah menjadi sangat rumit jika hubungan sebab-akibat berlangsung beberapa tahap atau bila hubungan sebab-akibat mengalami penundaan.
            Dinamika suatu sistem populasi harus dilihat sebagai rangkaian dari sejumlah keadaan (sequence of states). Keadaan harus dipandang sebagai abstraksi yang bermanfaat untuk membantu memahami dinamika. Mengingat suatu sistem populasi terdiri atas komponen-komponen maka suatu keadaan merupakan representasi dari kombinasi keadaan setiap komponen populasi. Misalnya keadaan sistem interaksi predator-mangsa ditentukan oleh keadaan padat populasi mangsa dan keadaan padat populasi predator. Dengan demikian, keadaan suatu sistem populasi dapat digambarkan dalam ruang dua dimensi dengan koordinat yang terdiri atas keadaan komponen sistem populasi yang bersangkutan. Gambaran mengenai keadaan suatu sistem populasi yang dikaitkan dengan keadaan komponen-komponennya sebagai koordinat disebut ruang fase (phase space).
            Komponen suatu sistem populasi disebut faktor bila mempengaruhi dinamika sistem. Dalam hal ini, keadaan dari komponen yang bersangkutan menjadi nilai faktor. Contoh faktor adalah padat populasi, kelas umur, musuh alami, keadaan iklim, dan sebagainya. Setiap perubahan yang teramati dalam sistem populasi disebut kejadian (event). Serangkaian kejadian yang identik menghasilkan suatu proses. Laju proses diukur sebagai banyaknya kejadian yang teramati setiap selang waktu tertentu. Laju proses spesifik merupakan ukuran banyaknya kejadian yang teramati per individu setiap selang waktu tertentu. Contoh proses adalah kelahiran, kematian, pertumbuhan populasi, pemencaran, konsumsi sumberdaya, dan sebagainya. Dalam dinamika populasi, faktor mempengaruhi laju proses dan pada gilirannya laju proses mempengaruhi nilai faktor. Hubungan antara faktor dan proses dalam sistem populasi tidak merupakan hubungan yang berkorespondensi satu-satu. Misalnya, padat populasi sebagai faktor mempengaruhi proses reproduksi, pemencaran, dan mortalitas karena kompetisi. Sebaliknya, proses reproduksi mempengaruhi padat populasi dan struktur umur.
            Pada dekade 1950-1960-an terjadi perdebatan antara dua kelompok ekologiwan populasi tanpa menghasilkan suatu titik temu karena masing-masing memang menggunakan pendekatan yang berbeda. Kedua kelompok dimaksud adalah kelompok Nicholson yang menggunakan pendekatan faktor-proses dan kelompok Andrewartha dan Birch yang menggunakan pendekatan faktor-akibat. Pada saat ini, kedua pendekatan tersebut bersama-sama dengan pendekatan yang menggabungkan faktor-proses dan faktor-akibat telah menjadi teori dinamika populasi yang oleh Clark et al. (1967) dipilahkan menjadi empat kelompok sebagai berikut: K
1.      Kelompok teori yang menyatakan bahwa faktor tergantung kepadatan (density dependent) memegang peranan kunci dalam menentukan perkembangan populasi melalui mekanisme stabilisai (regulasi). Kelompok ini diwakili oleh Teori Nicholson.
2.      Kelompok teori yang menyatakan bahwa bahwa faktor tergantung kepadatan memegang peranan yang tidak penting atau bahkan tidak berperanan sama sekali dalam menentukan perkembangan populasi. Kelompok ini diwakili oleh Teori Andrewartha dan Birch.
3.      Kelompok teori yang merupakan jalan tengah antara antara peranan faktor tergantung kepadatan dan faktor lingkungan. Kelompok ini diwakili oleh Teori Milne.
4.      Kelompok teori yang menekankan peranan faktor genetik dalam menentukan perkembangan populasi. Kelompok ini diwakili oleh Teori Pimentel.
            Pemikiran mengenai dinamika populasi sebenarnya diawali oleh L.O. Howard dan W.F. Fiske pada 1911 dengan mengemukakan gagasan mengenai pengaturan populasi melalui hubungan fungsional. Mereka mengajukan konsep faktor mortalitas katastrofik (catastrophic mortality factor) dan faktor mortalitas fakultatif (facultative mortality factor) sebagai faktor dalam pengaturan populasi:
1.      Faktor mortalitas katastrofik adalah faktor yang dapat membinasikan suatu bagian dari individu-individu populasi dengan besar bagian yang konstan, tanpa tergantung pada padat populasi. Misalnya pada padat populasi 100 puru Procecidochares connexa/ha, puru yang mati karena kekeringan mencapai 50% (50 puru) dan pada padat populasi 1000 puru P. connexa/ha puru yang mati tetap 50% (500 puru).
d.      Faktor mortalitas fakultatif adalah faktor yang membinasakan suatu bagian dari individu-individu populasi dengan besar bagian yang tidak konstan, melainkan tergantung pada padat populasi. Misalnya pada populasi Chromolaena odorata 500 individu/ha, individu berpuru mencapai 10%, sedangkan pada padat populasi C. odorata 1000 individu/ha, individu berpuru mungkin lebih dari 10%, misalnya 20%.
            Pada tahun 1935, H.S. Smith menggunakan istilah faktor tidak tergantung kepadatan (density-independent factor) untuk menggantikan istilah faktor mortalitas katastrofik dan faktor tergantung kepadatan kepadatan (density-dependent factor) untuk mengganti istilah faktor mortalitas fakultatif:
1.      Faktor tidak tergantung kepadatan adalah faktor mortalitas yang merupakan fungsi dari komponen lingkungan yang tidak hidup (abiotik),
2.      Faktor tergantung kepadatan adalah faktor mortalitas yang merupakan fungsi dari komponen lingkungan yang hidup (biotik). Faktor tergantung kepadatan dibedakan menjadi:
a.       Faktor tergantung kepadatan timbal balik (reciprocal density dependent factor) bila perubahan padat populasi yang dipengaruhi berbalik mempengaruhi padat populasi faktor biotik yang mempengaruhi populasi. Misalnya, penurunan padat populasi Heteropsylla cubana yang menyerang lamtoro karena predasi oleh Curinus coreuleus menyebabkan padat populasi C. coreuleus menurun.
b.      Faktor tergantung kepadatan tidak timbal balik (non-reciprocal density dependent factor) bila perubahan padat populasi yang dipengaruhi tidak berbalik mempengaruhi padat populasi faktor biotik yang mempengaruhi populasi. Misalnya. tabuhan parasitoid soliter yang berkompetisi untuk mendapat lubang tempat bersarang yang terbatas.

            Teori Nicholson. Nicholson mula-mula merumuskan teorinya secara deduktif murni sebagaimana dipublikasikannya pada 1927 dan 1933, dan baru setelah Perang Dunia II melengkapinya dengan bukti-bukti empirik sebagaimana dipublikasikannya pada 1954, 1957, dan 1958. Dalam membangun teorinya, Nicholson menggunakan istilah ‘kebutuhan’ (requisities) untuk mengacu kepada faktor lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mahluk hidup. Hubungan fungsional yang terjadi antara ‘kebutuhan’ dan padat populasi disebutnya faktor kepadatan (density factor). Faktor kepadatan dibaginya menjadi beberapa kelompok, tetapi dua kelompok yang penting adalah:
1.      Faktor pengatur-kepadatan (density-legislative factors), yaitu faktor yang pengaruhnya terhadap populasi tidak dipengaruhi oleh padat populasi. Pengaruh faktor ini tidak mengarah kepada stabilisasi populasi.
2.      Faktor pengendali-kepadatan (density-governing factors), yaitu faktor yang pengaruhnya terhadap populasi dipengaruhi oleh padat populasi. Pengaruh faktor ini akan semakin terasa bila padat populasi bertambah dan akan melonggar bila padat populasi berkurang sehingga mengarah kepada stabilisasi populasi, baik secara seketika maupun setelah senjang waktu tertentu.
                  Nicholson menolak menggunakan istilah faktor tidak tergantung kepadatan (density independent factors) dan faktor tergantung kepadatan (density-dependent factors) yang telah digunakan sebelumnya karena menurutnya suatu faktor tidak tergantung kepadatan dapat menjadi tergantung kepadatan atau sebaliknya dalam situasi yang berbeda. Menurut Nicholson, populasi merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dirinya sendiri melalui kompetisi intraspesifik, baik antar individu mahluk hidup yang bersangkutan maupun antar individu musuh alaminya, untuk memperoleh ‘kebutuhan’ yang berada dalam keadaan kritis. Pengaturan dengan mekanisme kompetisi intraspesifik tersebut memungkinkan populasi berada dalam keadaan keseimbangan dalam lingkungannya melalui penyesuaian padat populasi pada keseusian umum dengan kondisi lingkungan yang paling menonjol (in general conformity with prevailing conditions). Keseimbangan populasi tidak bersifat statik, melainkan berosilasi di sekitar padat populasi keseimbangan (equilibrium density) yang senantiasa berubah sesuai dengan kondisi lingkungan. Pengaruh faktor pengatur-kepadatan dapat menentukan perkembangan populasi, tetapi faktor tersebut harus dapat memodifikasi sifat individu populasi yang bersangkutan atau sifat individu populasi musuh alaminya sehingga pada akhirnya pengaruh yang bekerja adalah pengaruh faktor pengendali kepadatan (kompetisi intraspesifik). Faktor pengatur-kepadatan yang bersifat destruktif sekalipun tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan populasi sebab pengaruh yang bersifat destruktif akan diredistribusi melalui pengurangan kompetisi intraspesifik.
      Teori Nicholson banyak digunakan dalam buku-buku teks mengenai pengelolaan hama terpadu. Jika populasi hama meningkat maka individu yang dipredasi atau diparasitasi akan meningkat. Pada saat padat populasi hama meningkat, kompetisi intraspesifik antar individu hama menjadi semakin ketat dan seiring dengan itu, individu hama yang dipredasi atau diparasitasi musuh alami juga meningkat. Akibatnya, padat populasi hama akan berkurang. Pada saat padat populasi hama berkurang, kompetisi intraspesifik antar individu musuh alami akan meningkat sehingga padat populasi musuh alami berkurang. Berkurangnya padat populasi hama akan diikuti dengan pengurangan kompetisi intraspesifik antar individu hama sehingga padat populasi hama akan meningkat kembali. Peningkatan padat populasi hama akan menyebabkan kompetisi intraspesifik antar individu musuh alami yang padat populasinya menurun menjadi berkurang sehingga padat populasi musuh alami meingkat kembali. Jika memang demikian adanya maka pengendalian alami menjadi pengendalian hama yang selalu berhasil, padahal dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Terlepas dari berbagai kritik yang diberikan terhadapnya, konsep padat populasi keseimbangan dari teori Nicholson digunakan dalam mengembangkan konsep ambang ekonomi sebagaimana yang juga dikenal dalam pengendalian hama terpadu.
            Teori Andrewartha dan Birch. Teori Andrewartha dan Birch dikembangkan sebagai hasil interpretasi terhadap perkembangan populasi belalang kembara Austroicetes cruciata dan thrips bunga apel Thrips imaginis. Dari pengamatan terhadap perkembangan populasi kedua hama tersebut ternyata bahwa dalam banyak kasus, padat populasi ditentukan tanpa harus beroperasinya mekanisme stabilisasi dan dalam kasus lainnya peranan mekanisme stabilisasi sangat kecil sehingga menjadi tidak penting dan jika mekanisme stabilisasi memang terjadi, hal itu terkait lebih kepada keterbatasan sumberdaya belaka daripada hubungan timbal balik padat populasi-sumberdaya maupun kompetisi intraspesifik. Menurut teori Andrewartha dan Birch, perkembangan populasi dalam ekosistem alami dibatasi melalui tiga cara:
1.      Keterbatasan sumberdaya material seperti makanan, tempat bersarang, dsb.
2.      Ketidakterjangkauan sumberdaya material (material-resources inaccessability) relatif terhadap kemampuan individu melakukan pemencaran dan pencarian,
3.      Keterbatasan waktu bila laju pertumbuhan intrinsik populasi (r) adalah positif.
            Di antara ketiga cara tersebut, cara ketiga adalah yang paling penting dan cara pertama yang kurang penting. Berkaitan dengan cara ketiga, fluktuasi r dapat disebabkan oleh cuaca, predator, atau faktor lingkungan lain manapun yang dapat berpengaruh terhadap r.
Laju pertumbuhan intrinsik populasi r merupakan laju pertumbuhan per individu per satuan waktu. Sebagaimana akan diuraikan pada Bagian 3 mengenai model perkembangan populasi, r merupakan parameter model perkembangan populasi deterministik yang diturunkan dengan disertai sejumlah asumsi. Teori Andrewartha dan Birch dikritik terutama karena sangat mengabaikan peranan proses terkait kepadatan, padahal dalam kenyataannya, memang ada faktor terkait kepadatan yang mempunyai pengaruh pengurangan yang meningkat seiring dengan bertambahnya padat populasi.
            Teori Milne. Milne, melalui publikasinya pada 1957 dan 1962, mengemukakan pandangannya mengenai apa yang disebutnya pengendalian alami populasi serangga yang diakuinya diilhami oleh tiga sumber, yaitu gagasan Thomson, Andrewartha dan Birch, dan Nicholson. Milne mengritik gagasan Thomson sebagai kurang tuntas sebab mengabaikan peranan proses terkait kepadatan dalam penentuan perkembangan padat populasi. Teori Andrewartha dan Birch dikritiknya sebagai suatu truisme, yang juga diberikannya kepada gagasan Thomson karena keduanya dianggapnya sama. Kritik yang diberikannya kepada Nicholsom adalah karena terlalu melebih-lebihkan peranan kompetisi intraspesifik di alam. Milne merumuskan teorinya dengan menyatakan bahwa peningkatan padat populasi dikendalikan oleh perpaduan pengaruh faktor tidak tergantung kepadatan dan pengaruh faktor tergantung kepadatan tidak sempurna (imperfectly density dependent factors). Pada kasus yang jarang dalam hal pengaruh terpadu tersebut gagal, peningkatan padat populasi menuju taraf bunuh diri kolektif dapat dicegah melalui kompetisi antar individu populasi. Penurunan padat populasi sampai nol dicegah hanya oleh faktor tidak tergantung kepadatan karena, tanpa bekerjanya faktor ini pada waktu yang tepat untuk meningkatkan daripada menurunkan padat populasi, individu yang tersisa dari pengaruh faktor tergantung kepadatan tidak sempurna akan musnah.
            Menurut teori Milne, agar populasi mampu bertahan, padat populasi tertingginya harus senantiasa di bawah taraf yang menyebabkan bunuh diri kolektif dan padat populasi terendah harus senantiasa di atas nol. Kemampuan populasi untuk bertahan, menurut terori Nicholson menunjukkan keseimbangan antara populasi dan lingkungannya, tetapi menurut teori Milne menunjukkan pengendalian oleh lingkungan. Milne mengemukakan konsep mengenai:
1.      Kapasitas tertinggi yang dimiliki suatu tempat untuk suatu spesies (ultimate capacity of a place for a species) yang didefinisikannya sebagai jumlah individu maksimum yang dapat ditampung suatu tempat tanpa menyebabkan tempat tersebut tidak dapat dihuni karena karena penggunaan habis atau perusakan sumberdaya secara berlebihan
2.      Kapasitas lingkungan suatu tempat untuk suatu spesies (environmental capacity of a place for a species) sebagai jumlah maksimum individu yang dapat disediakan
kebutuhannya di tempat tersebut secara wajar. Kapasitas lingkungan tidak dapat melebihi kapasitas tertinggi, tetapi dapat menyamainya, meskipun jarang terjadi.

Di dalam teori Milne dikenal tiga faktor lingkungan, yaitu faktor bebas kepadatan, faktor tidak bebas kepadatan tidak sempurna, dan faktor tidak bebas kepadatan sempurna. Faktor bebas kepadatan terdiri atas keadaan lingkungan terutama cuaca dan tindakan spesies lain seperti halnya penjejakan, perumputan, atau predasi dan parasitasi. Faktor tidak bebas kepadatan tidak sempurna meliputi tindakan yang ditimbulkan oleh spesies lain dan tindakan predator, parasitoid, dan patogen pada umumnya dalam bersaing memperoleh sumberdaya yang sama (kompetisi interspesifik). Faktor tidak bebas kepadatan sempurna mencakup persaingan memperoleh makanan antar individu populasi yang bersangkutan (kompetisi intraspesifik). Menurut teori Milne, musuh alami secara sendirian tidak mampu mengendalikan peningkatan padat populasi hama. Namun dalam kenyataanya, terdapat kasus pengendalian hayati yang menunjukkan bahwa musuh alami dapat mengendalikan hama yang melibatkan interaksi stabilisasi padat populasi.

            Teori Pimentel. Menurut teori Pimentel, mekanisme umpan balik genetik (genetic feed-back mechanism) mengendalikan populasi herbivor, predator, dan parasit melalui tekanan kepadatan, tekanan selektif, dan perubahan genetik dari populasi yang berinteraksi. Dalam sistem herbivor-tumbuhan, kepadatan herbivor mempengaruhi tekanan selektif terhadap tumbuhan, seleksi yang terjadi selanjutnya mempengaruhi komposisi genetik tumbuhan, dan komposisi genetik tumbuhan akhirnya berbalik mempengaruhi kepadatan herbivor. Aksi dan reaksi dari populasi yang berinteraksi dalam rantai makanan yang berulang melalui mekanisme umpan balik genetik akan mengakibatkan terjadinya evolusi dan pengendalian populasi. Namun mekanisme umpan balik bukanlah satu-satunya mekanisme pengendalian populasi dan mekanisme ini juga bukannya bebas dari gagasan kompetisi dan keacakan lingkungan, melainkan ketiganya saling tergantung satu sama lain. Setelah introduksi suatu spesies baru ke suatu ekosistem, akan terjadi evolusi pengaturan dari kondisi kompetisi maupun keacakan lingkungan ke mekanisme umpan balik, dalam arti bahwa sebelum perubahan yang memadai terjadi pada populasi pemakan dan populasi yang dimakan maka, pengaturan populasi terjadi terutama melalui kompetisi dan keacakan lingkungan. Gagasan kompetisi yang dimaksud dalam teori Pimentel adalah gagasan dalam kelompok teori Nicholson, sedangkan gagasan keacakan lingkungan adalah gagasan dalam kelompok teori Andrewartha dan Birch.
Suksesi
            Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain. suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem.
            Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak beruba h) yang mencapai keseimbangan dengan ling kungannya. Komunitas klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan.
            Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder.
a. Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).
            Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks. Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan suksesi komunitas hewan. Secara langsung atau tidak langsung. Hal ini karena sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem seimbang yang tahan terhadap perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu, bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman rata – rata 30 m.
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan.
Proses suksesi sangat terkait dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah, maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropic.
Lalu proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisi lingkungan. Proses suksesi pada daerah hangat, lembab, dan subur dapat berlangsung selama seratus tahun. Coba kalian bandingkan kejadian suksesi pada daerah yang ekstrim (misalnya di puncak gunung atau daerah yang sangat kering). Pada daerah tersebut proses suksesi dapat mencapai ribuan tahun.
Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
  1. Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan.
  2. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
  3. Kehadiran pemencar benih.
  4. Iklim, terutama arah dan kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, sporam dan benih serta curah hujan.
  5. Jenis substrat baru yang terbentuk
  6. Sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.
Sukses tidak hanya terjadi di daratan, tetapi terjadi pula di perairan misalnya di danau dan rawa. Danau dan rawa yang telah tua akan mengalami pendangkalan oleh tanah yang terbawa oleh air. Danau yang telah tua ini disebut eutrofik.
Telah dijelaskan bahwa akhir sukses adalah terbentuknya suatu komunitas klimaks. Berdasarkan tempat terbentuknya, terdapat tiga jenis komunitas klimaks sebagai berikut :
  1. Hidroser yaitu sukses yang terbentuk di ekosistem air tawar.
  2. Haloser yaitu suksesi yang terbentuk di ekosistem air payau
  3. xeroser yaitu sukses yang terbentuk di daerah gurun.
            Pembentukkan komunitas klimaks sangat dipengaruhi oleh musim dan biasanya komposisinya bercirikan spesies yang dominant. Berdasarkan pengaruh musim terhadap bentuknya komunitas klimaks, terdapat dua teori sebagai berikut :
  1. Hipotesis monoklimaks menyatakan bahwa pada daerah musim tertentu hanya terdapat satu komunitas klimaks
  2. Hipoteis poliklimaks mengemukakan bahwa komunitas klimaks dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik yang salah satunya mungkin dominan.  




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang, semua benda, daya, keadaan dan makhlup hidup. Termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhlup hidup lainnya. Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik makhluk hidup dengan  lingkungannya disebut ekologi. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Arnest Haeckel pada pertengahan tahun 1860-an. Istilah ekologi berasal dari kata oikos (Yunani) yang berarti “rumah tangga” dan logos yang berarti “studi” atau mempelajari.
            Interaksi atau hubungan antara komponen biotik dengan abiotik adalah suatu kesatuan. Keseluruhannya merupakan stabilitator terhadap kelangsungan baik manusia dan makhluk-makhluk di sekitarnya untuk melangsungkan kehidupan. Ketidakteraturan atau gangguan terhadap salahsatunya akan mempengaruhi komponen-komponen yang lainnya.         Oleh karena itu, keharmonisan keterhubungan ini sangatlah penting.








DAFTAR PUSTAKA
_______. 2008. Pengertian Suksesi. Tersedia online di : http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-suksesi.html
_______.         2011.   Suksesi. Tersedia online di: http://crocodilusdaratensis.wordpress.com/2011/02/13/suksesi/
FKIP UIR. 2010. Struktur dan Fungsi Ekosistem. http://elfisuir.blogspot.com/2010/02/struktur-dan-fungsi-ekosistem.html
Pratomo, Suko. 2011. Basic Pendidikan Lingkungan. Universitas Pendidikan Indonesia
Wardhana, Wisnu. _______. Dasar-dasar Ekologi. FMIPA-UI
Wikipedia. 2012. Populasi. Tersedia online di: http://id.wikipedia.org/wiki/Populasi_(biologi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran Terpadu: Connected (Keterhubungan)

Semakin Belajar, Semakin Tidak Tahu